FSGI Dorong Gubernur Jawa Barat dan Bupati Pangandaran Bentuk Tim Investigasi Kasus Guru Pelapor Pungli
Jakarta, temponews.online - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyampaikan keprihatinan atas kasus laporan dugaan pungli saat kegiatan Latsar calon PNS yang kemudian berdampak guru pelapor justru mengalami ancaman dan intimidasi setelah menyampaikan laporan.
Karena tidak kuat menghadapi tekanan yang berimbas pada lingkungan dia bekerja, maka si guru pelapor memutuskan mengundurkan diri karena merasa tidak kuat menghadapi tekanan birokrasi. Tentu saja, hal ini sangat disayangkan, karena untuk lulus menjadi PNS guru bukan hal yang mudah, pasti penuh perjuangan yang tidak ringan.
FSGI mengapresiasi Bupati Pengandaran yang menaruh perhatian pada kasus ini dan mendukung guru pelapor.
“Meskipun kasus sepertinya sudah selesai setelah guru pelapor bertemu dengan Bupati Pangandaran, namun FSGI mendorong ada penanganan kasus melalui pembentukan Tim Investigasi, agar penyelesaian kasus sesuai Peraturan Perundangan Bukan Politis. Apalagi banyak aspek dalam kasus ini yang harus ditindak tegas agar ada efek jera dan tidak terulang kelak di kemudian hari”, ujar Heru Purnomo, Sekjen FSGI.
Heru menambahkan, bahwa menurut pandangan FSGI. persoalan dugaan pungli ini seharusnya tidak perlu sampai menimbulkan ancaman bagi pelapor.
Kalaupun ASN pelapor itu keliru sekalipun, seharusnya penyelesaiannya sesuai dengan peraturan perundangan ASN, diantaranya PP 53 Tahun 2010 tentang disiplin PNS dan juga UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, mengingat pelapor adalah ASN guru, dimana UU Guru dan Dosen memberikan hak guru pelapor untuk diberi kesempatan membela diri, bukan disidang dengan pendekatan intimidasi.
Kalau benar ada arogansi dan ancaman dari pihak birokrasi terhadap guru pelapor, maka seharusnya pihak Bupati memerintahkan pembentukan tim investigasi kebenaran pelaporan pungli tersebut.
Jika terbukti ada pungli, maka hal substansinya adalah wajib ditangani dan semua oknum yang terlibat wajib diberikan sanksi sesuai peraturan perundangan yang berlaku, termasuk memeriksa oknum birokrasi yang diduga melakukan ancaman pada ASN pelapor.
Tim investasi merupakan tim gabungan dari sejumlah OPD terkait, seperti Inspektorat Daerah, Badan Kepegawaian Daerah (BKD), dan Dinas Pendidikan.
FSGI juga menilai ada dugaan kelalaian atau mal administrasi terkait surat pengunduran diri guru pelapor yang begitu lama di proses. Apalagi selama setahun lebih (sejak Maret 2022), sebelum permohonan pengunduran diri diterima, guru pelapor sudah tidak menjalankan tugas mengajar.
“Hal ini perlu dikaji apakah selama tidak mengajar terus menerima gaji. Karena dalam ketentuan Peraturan Pemerintah No 56/2010 tentang disiplin PNS, seorang PNS yang tidak masuk kerja selama 30 hari berturut-turut bisa dipecat”, ujar Mansur, Wakil Sekjen FSGI.
Mansur menambahkan, artinya, sejak Maret 2022 sampai sekarang sudah tidak bertugas di SMPN unit kerja tempat si guru pelapor bertugas, berarti sudah lebih 1 tahun tidak bekerja atau tidak menjalankan tugas, namun pihak pemda tidak mengambilkan tindakan apapun untuk menyelesaikan kasus ini sesuai peraturan perundangan yang berlaku, tidak hanya fokus pada si guru ASN pelapor.
Akibat dari pengelolaan kepegawaian, perencanaan anggaran Diklat, pendekatan komunikasi pengendalian pegawai yang tidak efektif, menimbulkan ketidakpuasan pegawai, dan keramaian/kehebohan, sehingga terjadi gangguan keseimbangan dalam pemerintahan, muncul sejumlah dugaan dan tuntutan masyarakat, agar persoalan diselesaikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyelesaian kasus dengan pendekatan politis sah saja dilakukan oleh seorang pejabat pemerintahan, namun tetap berpedoman dengan peraturan perundangan.
“Dalam kasus ini, guru pelapor beruntung karena kasusnya viral setelah yang bersangkutan bicara terbuka di media social. Karena suasana politik juga sedang menghangat menuju tahun 2024, namun untuk kasus-kasus serupa dimana guru mendapatkan intimidasi dari birokrasi di berbagai daerah, penyelesaiannya tidak seberuntung kasus guru SMPN 2 Pengandaran ini”, ujar Retno Listyarti, Ketua Dewan Pakar FSGI.
Dugaan Ketidakcermatan, FSGI Dorong Penegakan Hukum Administrasi.
FSGI menduga bahwa penyebab pokok persoalan ketidakseimbangan dalam pemerintahan di Pemda Pangandaran, yaitu munculnya ketidakcermatan pejabat dalam mengelola pegawai khususnya guru CPNS.
Apabila penarikan sejumlah uang kepada CPNS untuk membantu sebagian pembiayaan Diklat yang dipikul oleh Pemerintah akibat dari ada pengalihan anggaran untuk mengatasi Covid-19.
“Oleh karena itu, kebijakan yang diambil harusnya atas nama menjalankan peraturan perundang-undangan dan perintah kedinasan dari instansi atasan, ada kerjasama dan koordinasi yang efektif dengan instansi terkait, dikomunikasikan dengan baik, menggunakan pendekatan kekeluargaan ASN maka kata pungli dalam persoalan pegawai tersebut tidak akan muncul”, ungkap Guntur Ismail, Ketua Tim Kajian Hukum FSGI.
Guntur menambahkan, dugaan ketidakcermatan, sewenang-wenang terhadap ASN dan pungutan liar dalam penanganan guru ASN Pangandaran berpotensi melanggar kewajiban dan larangan yang diatur dalam hukum administratif dan Peraturan Presiden yaitu : Pertama, Undang -Undang Administrasi Pemerintahan,Undang -Undang Republik Indonesia Nomor : 30 Tahun 2014 pasal 10 ayat(1) huruf d; Kedua, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 53 Tahun 2010 pasal 3 angka 4,9,17 dan pasal 4 angka 9; dan Ketiga, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor : 87 Tahun 2016”.
"Untuk pemulihan keadaan keseimbangan dalam pemerintahan Jawa Barat dampak dari persoalan dugaan ketidakcermatan dalam pengelolaan ASN dan pungutan liar, “FSGI mendorong penegak hukum administrative, dalam hal ini adalah tugas dan fungsi dari Inspektorat Provinsi Jawa Barat yang harus berinisiatif mengambil langkah menyelesaikan persoalan pegawai guru CPNS ASN, tentu saja dengan menjunjung tinggi kepentingan hukum dan keadilan harapan masyarakat,yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”, pungkas Retno. *Rill/Lk