Pakar Yakini UU Cipta Kerja Jadi Revolusi Pemerataan Kesejahteraan Komprehensif
Jakarta, temponews.online - Pemerintah Indonesia beberapa waktu lalu mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Sejumlah pakar merespon UU Cipta Kerja ini yang kuat diyakini menjadi bentuk revolusi bidang hukum yang membawa misi pemerataan kesejahteraan di tengah gempuran ancaman ekonomi yang sarat krisis karena dampak situasi global.
Dalam Webinar oleh Communi&co bertema “UU Ciptaker Untuk Siapa” (14/4), Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Fithra Faisal, menggarisbawahi industri Indonesia saat ini sedang mengalami permasalahan untuk bisa menunjang adanya 6% pertumbuhan ekonomi per tahun, sehingga untuk bisa meningkatkan peran industri, maka Pemerintah harus memperbaiki infrastruktur, SDM dan institusi.
“Maka dari itu, adanya UU Ciptaker merupakan salah satu dari pilar terpenting untuk terus mendorong angka ekspor dan juga menunjang pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam hal perbaikan institusi,” ujarnya.
Fithra meyakini UU Ciptaker mampu menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya, selain itu juga secara minimum mampu meningkatkan target pertumbuhan ekonomi, sehingga Indonesia terlepas dari jeratan ekonomi menengah.
Staf Khusus (Stafsus) Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg), Faldo Maldini dalam kesempatan yang sama menjelaskan sebelumnya di Indonesia ada sejumlah peraturan yang tumpang tindih dan belum ada niatan serius untuk memperbaikinya. Maka diadakanlah Omnibus Law UU Ciptaker untuk bisa memperbaiki itu semua.
“Terlebih, dunia pada saat ini juga terus mengalami krisis ketidakpastian ekonomi, termasuk juga dengan adanya peran Ukraina dan Rusia sehingga sangat membutuhkan adanya peraturan yang benar-benar jelas mengatasi itu semua,” pungkas Faldo.
Faldo juga mengungkapkan sejauh ini upaya dari Pemeritah untuk bisa memperbaiki pola komunikasi yang dinilai linier juga terus dilakukan. Selain itu, di masyarakat justru masih banyak diskusi yang dijalankan namun ternyata masih mispersepsi, karena memang nyatanya tidak bisa pihak perusahaan melakukan PHK secara semena-mena.
Faldo menyoroti adanya pihak yang menganggap seolah UU ini dikatakan tidak pro terhadap buruh, padahal sebenarnya dalam UU ini semuanya juga sudah diatur karena Serikat Buruh bisa secara bebas bersuara.
“Secara garis besar banyak aturan lama secara birokrasi yang justru memperlama, berbelit dan mempersulit, yang berdampak buruk untuk perusahaan dan UMKM, tetapi kini tidak perlu takut akan birokrasi,” tegasnya.
Pandangan optimis juga muncul dari Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI), Anggawira yang merasa Indonesia tidak bisa menyelesaikan persoalan sekarang dengan cara-cara kemarin.
“Saya lihat apa yang dilakukan oleh Pemerintah dan DPR RI kali ini berusaha untuk menyelesaikan seluruh tantangan dan masalah yang kini ada. Tantangan ekonomi memang harus bisa kita selesaikan secara komprehensif,” ungkap Anggawira.
Tak hanya itu, Founder Gerakan Cerdas Komunikasi Indonesia (GCKI), Ellys L Pambayun juga turut beranggapan bahwa sebetulnya upaya Pemerintah untuk terus membangun aspirasi dan partisipasi publik memang sudah sangat banyak dilakukan, dengan menjalankan sosialisasi, diskusi dan sebagainya.
“Namun ternyata publik masih saja menangkapnya dengan kurang baik, maka dari itu sebenarnya pola komunikasi Pemerintah harus diperbaiki, yakni tidak terlalu linear,” kata Ellys.
Pihaknya berharap Pemerintah dan DPR RI makin membumikan UU Cipta Kerja, sehingga masyarakat dan komunitas dapat ikut terlibat secara aktif. Rill/RED