Waketum MUI Ajak Masyarakat Tabayyun soal Polemik Pidato Megawati
Jakarta, tempoNews - Salah satu upaya untuk bisa menjaga persatuan NKRI utamanya di tahun politik 2023 menjelang 2024, semua pihak harus bisa menghindari adanya prasangka buruk termasuk kepada narasi yang disampaikan oleh siapapun agar bangsa ini tidak mudah dipecah belah.
Mengenai adanya polemik dari pidato Megawati beberapa waktu lalu terkait ibu-ibu pengajian, Ketua DPC PDIP Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo mengungkapkan bahwa memang sejatinya pidato itu sama sekali tidak ada tendensi untuk menjelekkan agama. Terlebih, Megawati merupakan seorang Muslim.
"Nggak ada maksud melecehkan, nggak ada. Kalau melecehkan di mana? Nggak ada tendensi yang lain menurut saya,” ujarnya.
Justru menurutnya, konteks yang dibicarakan oleh salah satu tokoh bangsa tersebut adalah keprihatinannya untuk bisa terus mengurangi angka stunting di Tanah Air.
"Kalau menurut saya Ibu (Megawati) itu tujuannya kan untuk mengatasi stunting itu loh. Diminta untuk ibu-ibu itu dapat juga memprioritaskan ke anaknya kan tujuan utamanya," ujar FX Hadi Rudyatmo.
Senada hal itu, Wakil Menteri Agama (Wamenag) KH Zainut Tauhid Sa’adi juga mengaku bahwa dirinya terus memiliki prasangka baik atas pidato Megawati.
"Saya berprasangka baik (husnudzon) terhadap apa yang disampaikan oleh ibu Megawati terkait dengan pernyataan beliau tentang ibu-ibu pengajian," katanya.
Menurut Kyai Zainut, pidato mengenai ibu-ibu pengajian yang disampaikan oleh Ketum PDIP tersebut sama sekali bukan terkait dengan larangan pengajian.
Dia menjelaskan bahwa pidato tersebut berkaitan dengan imbauan kepada ibu-ibu untuk bisa lebih proporsional dalam mengatur waktu mereka, untuk mengurus rumah serta anak mereka.
"Jadi inti pesan yang beliau sampaikan adalah terkait dengan pengaturan waktu, bukan pada larangan mengikuti pengajian," jelas Wamenag.
Pidato itu, imbuh Kyai Zainut, memang harus disampaikan karena memang masih berkaitan dengan tingginya angka stunting yang ada di Indonesia.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (Waketum MUI), Marsudi Syuhud juga menjelaskan bahwa pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati tidak dapat ditelan mentah-mentah, sehingga penafsiran sebenarnya ada pada yang bersangkutan.
“Kalo saya liat itu begini, bahwa tujuan orang ngomong pada satu statemen atau lafalnya adalah orang yang mengungkapnya, nah jika ada orang yang menanggapi statemen itu mungkin ada pasnya dan mungkin ada tidak pasnya” kata Kyai Marsudi dalam wawancara di sebuah stasiun televisi, Jumat (24/2).
Dirinya juga menjelaskan agar masyarakat melaksanakan tabayyun atau memverifikasi agar dapat mengetahui maksud sebenarnya.
"Bagi orang yang menanggapi adalah sesuatu yang kira-kira, tafsiran mereka sendiri. Tafsiran itu bisa benar dan salah. Oleh sebab itu ada konteks namanya tabayun," ucapnya. Red